Metode TPS (Think Pair Share)
Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase-1 Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Tingkah Laku Guru:
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
Fase-2 Menyajikan informasi
Tingkah Laku Guru:
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demontrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3 Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar
Tingkah Laku Guru:
Guru
menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar
dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien
Fase-4 Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Tingkah Laku Guru:
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
TPS
(Think-Pair-Share) atau (Berfikir-Berpasangan-Berbagi) merupakan jenis
pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi
siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok
kecil (2-6 anggota) dan lebih dirincikan oleh penghargaan kooperaif,
dari pada penghargaan individual ( Ibrahim dkk : 2000 ).
Metode
pengajara tipe Think-Pair-Share ini dikembangkan oleh Frank Lyman dan
kawan-kawan dari Universitas Maryland yang mampu mengubah asumsi bahwa
metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan dalam setting kelompok
kelas secara keseluruhan. Metode Think-Pair-Share memberi waktu kepada
para siswa untuk berfikir dan merespons serta saling membantu yang lain.
Sebagai contoh, seorang guru baru saja menyelesaikan sajian pendek atau
para siswa telah selesai membaca tugas. Selanjutnya, guru meminta para
siswa untuk menyadari secara lebih serius mengenai yang telah dijelaskan
oleh guru atau yang telah dibaca. Guru lebih memilih metode
Think-Pair-Share dari pada metode tanya jawab untuk kelompok secara
keseluruhan (whole-group question and answer).
TPS digunakan
untuk mengajarkan isi akademik atau untuk mengecek pemahaman siswa
terhadap isi tertentu. Guru menciptakan interaksi yang dapat mendorong
rasa ingin tahu, ingin mencoba, bersikap mandiri, dan ingin maju. Guru
memberi informasi, hanya informasi yang mendasar saja, sebagai dasar
pijakan bagi anak didik dalam mencari dan menemukan sendiri informasi
lainnya. Atau guru menjelaskan materi dengan mengaitkannya dengan
pengalaman dan pengetahuan anak sehingga memudahkan mereka menanggapi
dan memahami pengalaman yang baru bahkan membuat anak didik mudah
memusatkan perhatian. Karenanya guru sangat perlu memperhatikan
pengalaman dan pengetahuan anak didik yang didapatinya dalam kehidupan
sehari-hari.
Selain itu, titik pusat (fokus) dapat tercipta
melalui upaya merumuskan masalah yang hendak dipecahkan, merumuskan
pertanyaan yang hendak dijawab, atau merumuskan konsep yang hendak
ditemukan. Dalam upaya itu, guru menggunakan strategi pembelajaran
kooperatif tipe TPS. Strategi TPS dimaksudkan sebagai alternatif
terhadap struktur kelas tradisional seperti resitasi, dimana guru
mengajukan pertanyaan kepada seluruh siswa kelas dan siswa memberikan
jawaban setelah mengangkat tangan dan ditunjuk. Strategi ini menantang
asumsi bahwa seluruh resitasi dan diskusi perlu dilakukan di dalam
lingkungan seluruh kelompok.
Andaikan guru baru saja
menyelesaikan suatu pengkajian singkat, atau siswa telah membaca suatu
tugas atau situasi teka-teki telah ditemukan. Dan guru menginginkan
siswa memikirkan secara lebih mendalam tentang apa yang telah dijelaskan
atau didalami.Guru akan membiarkan dan memberi kesempatan kepada anak
didik untuk mencari dan menemukan sendiri informasi. Untuk menggairahkan
anak didik dalam menerima pelajaran dari guru, anak didik diupayakan
untuk belajar sambil bekerja dan belajar bersama dalam kelompok.
Anak
didik yang bergairah belajar seseorang diri akan semakin bergairah bila
dilibatkan dalam kerja kelompok. Tugas yang berat dikerjakan seorang
diri akan menjadi mudah bila dikerjakan bersama. Anak didik yang egois
akan menyadari pentingnya kehidupan bersama dalam hal tertentu. Dan anak
didik untuk terbiasa menghargai pendapat orang lain dari belajar
bersama yaitu anak didik yang belum mengerti penjelasan guru akan
menjadi mengerti dari hasil dari hasil penjelasan dan diskusi mereka
dalam kelompok. Dalam kasus-kasus tertentu penjelasan anak didik lebih
efektif dimengerti dari pada penjelasan dari guru.
Kelebihan Strategi
TPS (Think-Pair-Share) memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir,
menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Sedangkan kelemahan dari TPS (Think-Pair-Share) antara lain:
1. Membutuhkan koordinasi secara bersamaan dari berbagai aktivitas.
2. Membutuhkan perhatian khusus dalam penggunaan ruangan kelas.
3.
Peralihan dari seluruh kelas ke kelompok kecil dapat menyita waktu
pengajaran yang berharga. Untuk itu guru harus dapat membuat perencanaan
yang seksama sehingga dapat meminimalkan jumlah waktu yang terbuang.
Sesuai dengan namanya, berikut ini adalah langkah-langkah yang diterapkan dalam TPS (Think-Pair-Share):
Tahap
1: Think (berfikir). Guru mengajukan pertanyaan atau isu yan
berhubungan dengan pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk memikirkan
jawaban pertanyaan tersebut secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap
2: Pairing (berpasangan). Guru meminta siswa berpasangan dengan siswa
yang lain untuk mendiskusikan apa yang telah dipikirkan pada tahap
pertama. Interaksi selama periode ini dapat menghasilkan jawaban bersama
jika pertanyaan telah diajukan atau penyampaian ide bersama jika isu
khusus telah diidentifikasi. Biasanya guru mengijinkan tidak lebih dari 4
atau 5 menit untuk berpasangan.
Untuk lebih jelasnya disini akan dijelaskan langkah-langkah pada tahap ke-2 ini adalah:
1
Langkah 1 : Bekerja berpasangan. Tim atau kelompok dibagi dalam
pasangan-pasangan. Satu siswa di dalam pasangan itu mengerjakan lembar
kegiatan atau masalah, sementara siswa yang lain membantu atau melatih.
2
Langkah 2 : Pelatih mengecek. Siswa yang menjadi pelatih mengecek
pekerjaan partnernya. Apabila pelatih dan partnernya itu tidak
sependapat terhadap suatu jawaban atau ide, mereka boleh meminta
petunjuk dari pasangan lain.
3 Langkah 3 : Pelatih memuji. Apabila pelatih dan partner sependapat, pelatih memberikan pujian.
4
Langkah 4 : Bertukar peran. Seluruh partner bertukar peran dan
mengulangi langkah 1-3 sampai semuanya setuju dangan jawaban yang
dikerjakan.
Tahap 3: Sharing (berbagi). Pada tahp akhir, guru
meminta pasangan-pasangan tersebut untuk berbagi atau bekerja sama
dengan kelas secara keseluruhan mengenai yang telah mereka bicarakan.
Langkah ini efektif jika guru bekeliling kelas dari pasangan yang satu
kepasangan yang lain, sehingga seperempat atau separuh dari
pasangan-pasangan tersebut memperoleh kesempatan untuk melaporkan.
Kelompok Berpasangan
Kelebihan:
• meningkatkan partisipasi akan cocok untuk tugas sederhana
• lebih banyak kesempatan untuk konstribusi masing-masing anggota kelompok
• interaksi lebih mudah
• lebih mudah dan cepat membentuknya.
Kekurangan:
• banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor
• lebih sedikit ide yang muncul
• jika ada perselisihan,tidak ada penengah
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think pair and Share (TPS) – Langkah-Langkah Pembelajaran
Langkah-langkah:
1) Guru menyampaikan inti materi
2) Siswa berdiskusi dengan teman sebelahnya tentang materi/permasalahan yang disampaikan guru
3) Guru memimpin pleno dan tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
4) Atas dasar hasil diskusi, guru mengarahkan pembicaraan pada materi/permasalahan yang belum diungkap siswa
5) kesimpulan
Think
Pair Share (TPS) merupakan suatu teknik sederhana dengan keuntungan
besar. Think Pair Share (TPS) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam
mengingat suatu informasi dan seorang siswa juga dapat belajar dari
siswa lain serta saling menyampaikan idenya untuk didiskusikan sebelum
disampaikan di depan kelas. Selain itu, Think Pair Share (TPS) juga
dapat memperbaiki rasa percaya diri dan semua siswa diberi kesempatan
untuk berpartisipasi dalam kelas. Think Pair Share (TPS) sebagai salah
satu metode pembelajaran kooperatif yang terdiri dari 3 tahapan, yaitu
thinking, pairing, dan sharing. Guru tidak lagi sebagai satu-satunya
sumber pembelajaran (teacher oriented), tetapi justru siswa dituntut
untuk dapat menemukan dan memahami konsep-konsep baru (student
oriented).
Hambatan yang ditemukan selama proses pembelajaran
antara lain berasal dari segi siswa, yakni: siswa-siswa yang pasif,
dengan metode ini mereka akan ramai dan mengganggu teman-temannnya.
Tahap pair siswa yang seharusnya menyelesaikan soal dengan berdiskusi
bersama pasangan satu bangku dengannya tetapi masih suka memanfaatkan
kegiatan ini untuk berbicara di luar materi pelajaran, menggantungkan
pada pasangan dan kurang berperan aktif dalam menemukan penyelesaian
serta menanyakan jawaban dari soal tersebut pada
pasangan yang lain.
Jumlah siswa di kelas juga berpengaruh terhadap pelaksanaan metode think
pair share ini. Jumlah siswa yang ganjil berdampak pada saat
pembentukan kelompok. Akibatnya terdapat kelompok yang beranggotakan
lebih dari 2 (dua) siswa. Hal ini akan memperlambat proses diskusi pada
tahap pair, karena pasangan lain telah menyelesaikan sementara satu
siswa tidak mempunyai pasangan. Hambatan lain yang ditemukan yaitu dari
segi waktu. Kelemahan lain yang terjadi pada tahap think adalah
ketidaksesuaian antara waktu yang direncanakan dengan pelaksanaannya.
Hal ini dikarenakan siswa yang suka mengulur-ulur waktu dengan alasan
pekerjaan belum diselesaikan. Hal ini berdampak pada hasil belajar ranah
kognitif, yaitu siswa kurang menunjukkan kemampuan yang sesungguhnya.
Metode ini membutuhkan banyak waktu karena terdiri dari 3 (tiga) langkah
yang harus dilaksanakan oleh seluruh siswa yang meliputi tahap think,
pair, share. Untuk mengatasi hambatan dalam penerapan metode kooperatif
think pair share yaitu guru akan berkeliling kelas dengan mengingatkan
kembali tahap-tahap yang harus siswa lalui. Hal tersebut dilakukan agar
siswa tertib dalam melalui setiap tahapnya dalam proses pembelajaran
ini. Guru akan memberikan point pada
siswa, jika siswa tersebut mengajukan pertanyaan, menjawab pertanyaan atau memberikan sanggahan pada tahap share.
model
pembelajaran Think-Pair-Share diharapkan siswa dapat mengembangkan
keterampilan berfikir dan menjawab dalam komunikasi antara satu dengan
yang lain, serta bekerja saling membantu dalam kelompok kecil. Hal ini
sesuai dengan pengertian dari model pembelajaran Think-Pair-Share itu
sendiri, sebagaimana yang dikemukakan oleh Lie (2002:57) bahwa,
“Think-Pair-Share adalah pembelajaran yang memberi siswa kesempatan
untuk bekerja sendiri dan bekerjasama dengan orang lain. Dalam hal ini,
guru sangat berperan penting untuk membimbing siswa melakukan diskusi,
sehingga terciptanya suasana belajar yang lebih hidup, aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan. Dengan demikian jelas bahwa melalui model
pembelajaran Think-Pair-Share, siswa secara langsung dapat memecahkan
masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu
antara satu dengan yang lainnya, membuat kesimpulan (diskusi) serta
mempresentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi
terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.
model
pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran
kooperatif sederhana yang memiliki prosedur secara eksplisit sehingga
model pembelajaran Think-Pair-Share dapat disosialisasikan dan
digunakan
sebagai alternatif dalam pembelajaran sejarah di sekolah. Keunggulan
lain dari pembelajaran ini adalah optimalisasi partisipasi siswa. Dengan
metode klasikal yang memungkinkan hanya satu siswa maju dan membagikan
hasilnya untuk seluruh kelas, tipe Think-Pair-Share ini memberi
kesempatan sedikitnya delapan kali lebih banyak kepada siswa untuk
dikenali dan menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain
Di
samping mempunyai keunggulan, model pembelajaran Think-Pair-Share juga
mempunyai kelemahan. Kelemahannya adalah: (1) metode pembelajaran
Think-Pair-Share belum banyak diterapkan di sekolah, (2) sangat
memerlukan kemampuan dan ketrampilan guru, waktu pembelajaran
berlangsung guru melakukan intervensi secara maksimal, (3) menyusun
bahan ajar setiap pertemuan dengan tingkat kesulitan yang sesuai dengan
taraf berfikir anak dan, (4) mengubah kebiasaan siswa belajar dari yang
dengan cara mendengarkan ceramah diganti dengan belajar berfikir
memecahkan masalah secara kelompok, hal ini merupakan kesulitan sendiri
bagi siswa (Lie : 2004).
Model pembelajaran Think-Pair- Share
dikembangkan oleh Frank Lyman dkk dari Universitas Maryland pada tahun
1985. Model pembelajaran Think-Pair-Share merupakan salah satu model
pembelajaran kooperatif sederhana. Teknik ini memberi kesempatan pada
siswa untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan
orang lain.
Keunggulan teknik ini adalah optimalisasi partisipasi siswa (Lie,
2004:57). Model pembelajaran Think-Pair-Share adalah salah satu model
pembelajaran yang memberi kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi kepada orang lain.
Adapun
langkah-langkah dalam pembelajaran Think-Pair- Share adalah: (1) guru
membagi siswa dalam kelompok berempat dan memberikan tugas kepada semua
kelompok, (2) setiap siswa memikirkan dan mengerjakan tugas tersebut
sendiri, (3) siswa berpasangan dengan salah satu rekan dalam kelompok
dan
berdiskusi dengan pasangannya, (4) kedua pasangan bertemu kembali dalam
kelompok berempat. Siswa mempunyai kesempatan untuk membagikan hasil
kerjanya kepada kelompok berempat (Lie, 2004: 58). Think-Pair-Share
memiliki prosedur ynag ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa
waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu
sama lain (Nurhadi dkk, 2003 : 66). Sebagai contoh, guru baru
saja
menyajikan suatu topik atau siswa baru saja selesai membaca suatu tugas,
selanjutnya guru meminta siswa untuk memikirkan permasalahan yang ada
dalam topik/bacaan tersebut.
Langkah-langkah dalam pembelajaran
Think-Pair-Share sederhana, namun penting trutama dalam menghindari
kesalahan-kesalahan kerja kelompok . Dalam model ini, guru meminta siswa
untuk memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain dan
mendiskusikannya, kemudian berbagi ide dengan seluruh kelas. Tahap utama
dalam pembelajaran Think-Pair-Share menurut Ibrahim (2000: 26-27)
adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Thingking (berpikir)
Guru
mengajukan pertanyaan atau isu yang berhubungan dengan pelajaran.
Kemudian siswa diminta untuk memikirkan pertanyaan atau isu tersebut
secara mandiri untuk beberapa saat.
Tahap 2 : Pairing
Guru
meminta siswa berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan apa yang
telah dipikirkannya pada tahap pertama. Dalam tahap ini, setiap anggota
pada kelompok membandingkan jawaban atau hasil pemikiran mereka dengan
mendefinisikan jawaban yang dianggap paling benar, paling meyakinkan,
atau paling unik.
Biasanya guru memberi waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Sharing (berbagi)
Pada
tahap akhir, guru meminta kepada pasangan untuk berbagi dengan seluruh
kelas tentang apa yang telah mereka bicarakan. Keterampilan berbagi
dalam seluruh kelas dapat dilakukan dengan menunjuk pasangan yang secara
sukarela bersedia melaporkan hasil kerja kelompoknya atau bergiliran
pasangan demi pasangan hingga sekitar seperempat pasangan telah mendapat
kesempatan untuk melaporkan.
Langkah-langkah atau alur pembelajaran dalam model Think-Pair-Share adalah:
Langkah ke 1 : Guru menyampaikan pertanyaan
Aktifitas
: Guru melakukan apersepsi, menjelaskan tujuan pembelajaran, dan
menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan
disampaikan.
Langkah ke 2 : Siswa berpikir secara individual
Aktifitas
: Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk memikirkan jawaban dari
permasalahan yang disampaikan guru. Langkah ini dapat dikembangkan
dengan meminta siswa untuk menuliskan hasil pemikiranyya masing-masing.
Langkah ke 3: Setiap siswa mendiskusikan hasil pemikiran masing-masing dengan pasangan
Aktifitas : Guru mengorganisasikan siswa untuk berpasangan dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk mendiskusikan jawaban yang menurut mereka
paling benar atau paling meyakinkan. Guru memotivasi siswa untuk aktif
dalam kerja kelompoknya. Pelaksanaan model ini dapat dilengkapi dengan
LKS sehingga kumpulan soal latihan atau pertanyaan yang dikerjakan
secara kelompok.
Langkah ke 4 : Siswa berbagi jawaban dengan seluruh kelas
Aktifitas : Siswa mempresentasikan jawaban atau pemecahan masalah secara individual atau kelompok didepan kelas.
Langkah ke 5 : Menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan masalah
Aktifitas
: Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
hasil pemecahan masalah ang telah mereka diskusikan. Kegiatan
“berpikir-berpasaangan-berbagi” dalam model Think-Pair-Share memberikan
keuntungan. Siswa secara individu dapat mengembangkan pemikirannya
masing-masing karena adanya waktu berpikir (think time), Sehingga
kualitas jawaban juga dapat meningkat. Menurut Jones (2002),
akuntabilitas berkembang karena siswa harus saling melaporkan hasil
pemikiran masing-masing dan berbagi (berdiskusi) dengan pasangannya,
kemudian pasangan-pasangan tersebut harus berbagi dengan seluruh kelas.
Jumlah anggota kelompok yang kecil mendorong setiap anggota untuk
terlibat secara aktif, sehingga siswa jarang atau bahkan tidak pernah
berbicara didepan kelas paling tidak memberikan ide atau jawaban karena
pasangannya.
Menurut Spencer Kagan ( dalam Maesuri, 2002:37)
manfaat Think-Pair-Share adalah: (1) para siswa menggunakan waktu yang
lebih banyak untuk mengerjakan tugasnya dan untuk mendengarkan satu sama
lain ketika mereka terlibat dalam kegiatan Think-Pair-Share lebih
banyak siswa yang mengangkat tangan mereka untuk menjawab setelah
berlatih dalam pasangannya. Para siswa mungkin mengingat secara lebih
seiring penambahan waktu tunggu dan kualitas jawaban mungkin menjadi
lebih baik, dan (2) para guru juga mungkin
mempunyai waktu yang
lebih banyak untuk berpikir ketika menggunakan Think-Pair-Share. Mereka
dapat berkonsentrasi mendengarkan jawaban siswa, mengamati reaksi siswa,
dan mengajukan pertanyaaan tingkat tinggi.
Model
Think-Pair-Share tumbuh dari penelitian pembelajaran kooperatif, model
Think-Pair-Share dapat juga disebut sebagai model belajar-mengajar
berpasangan. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Frank Lyman dari
Universitas Maryland pada tahun 1985 (Think-Pair-Share) sebagai struktur
kegiatan pembelajaran gotong royaong. Model ini memberikan siswa
kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerjasama dengan orang lain.
Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit
untuk memberi siswa waktu lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan
saling membantu satu sama lain. Model Think-Pair-Share sebagai ganti
dari tanya jawab seluruh kelas.
Sebagai suatu model pembelajaran
Think-Pair-Share memiliki langkah-langkah tertentu. Menurut Muslimin
(2001: 26) langkah-langkah Think-Pair-Share ada tiga yaitu : Berpikir
(Thinking), berpasangan (Pair), dan berbagi (Share)
Tahap 1 : Thinking (berpikir)
Kegiatan
pertama dalam Think-Pair-Share yakni guru mengajukan pertanyaan yang
berhubungan dengan topik pelajaran. Kemudian siswa diminta untuk
memikirkan pertanyaan tersebut secara untuk beberapa saat. Dalam tahap
ini siswa dituntut lebih mandiri dalam mengolah informasi yang dia
dapat.
Tahap 2 : Pairing (berpasangan)
Pada tahap ini guru
meminta siswa duduk berpasangan dengan siswa lain untuk mendiskusikan
apa yang telah difikirkannya pada tahap pertama. Interaksi pada tahap
ini diharapkan dapat membagi jawaban dengan pasangannya. Biasanya guru
memberikan waktu 4-5 menit untuk berpasangan.
Tahap 3 : Share (berbagi)
Pada
tahap akhir guru meminta kepada pasangan untuk berbagi jawaban dengan
seluruh kelas tentang apa yang telah mereka diskusikan. Ini efektif
dilakukan dengan cara bergiliran pasangan demi pasangan dan dilanjutkan
sampai sekitar seperempat pasangan telah mendapat kesempatan untuk
melaporkan.
Keunggulan dari Think-Pair-Share ini adalah optimalisasi
partisipasi siswa. Dengan metode klasikal yang memungkinkan hanya satu
siswa maju dan membagikan hasilnya untuk seluruh kelas, model
Think-Pair-Share ini memberikan kesempatan kepada setiap siswa untuk
menunjukkan partisipasi mereka kepada orang lain. Model ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan anak
didik
Kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe TPS adalah: a)
memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang diajarkan karena secara tidak
langsung memperoleh contoh pertanyaan yang diajukan oleh guru, serta
memperoleh kesempatan untuk memikirkan materi yang diajarkan b) siswa
akan terlatih menerapkan konsep karena bertukar pendapat dan pemikiran
dengan temannya untuk mendapatkan kesepakatan dalam memecahkan masalah,
c) siswa lebih aktif dalam pembelajaran karena menyelesaikan tugasnya
dalam kelompok, dimana tiap kelompok hanya terdiri dari 2 orang, d)
siswa memperoleh kesempatan untuk mempersentasikan hasil diskusinya
dengan seluruh siswa sehingga ide yang ada menyebar, e) memungkinkan
guru untuk lebih banyak memantau siswa dalam proses pembelajaran
(Hartina, 2008: 12). Senada dengan pendapat Hartina, Lie (2005: 46)
mengemukakan bahwa kelebihan dari kelompok berpasangan (kelompok yang
teridiri dari 2 orang siswa) adalah 1) akan meningkatkan pasrtisipasi
siswa, 2) cocok untuk tugas sederhana, 3) lebih banyak memberi
kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, 4) interaksi
lebih mudah, dan 5) lebih mudah dan cepat membentuk kelompok. Selain
itu, menurut Lie, keuntungan lain dari teknik ini adalah teknik ini
dapat digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan
usia anak didik.
Adapun kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe
TPS adalah sangat sulit diterapkan di sekolah yang rata-rata kemampuan
siswanya rendah dan waktu yang terbatas, sedangkan jumlah kelompok yang
terbentuk banyak (Hartina, 2008: 12). Menurut Lie (2005: 46), kekurangan
dari kelompok berpasangan (kelompok yang terdiri dari 2 orang siswa)
adalah: 1) banyak kelompok yang melapor dan perlu dimonitor, 2) lebih
sedikit ide yang muncul, dan 3) tidak ada penengah jika terjadi
perselisihan dalam kelompok.
Tahapan-tahapan dalam pembelajaran
think-pair-share sederhana, namun penting terutama dalam menghindari
kesalahan dalam kerja kelompok. Dalam model ini guru meminta siswa untuk
memikirkan suatu topik, berpasangan dengan siswa lain, kemudian berbagi
ide dengan seluruh kelas. Adanya kegiatan berpikir-berpasangan-berbagi
dalam metode thinkpair-share memberi banyak keuntungan. Siswa secara
individual dapat mengembangkan pemikirannya masing-masing karena adanya
waktu berpikir (think time) sehingga kualitas jawaban siswa juga dapat
meningkat. Menurut Nurhadi (2003: 65), akuntabilitas berkembang karena
setiap siswa harus saling melaporkan hasil pemikiran masing-masing dan
berbagi dengan seluruh kelas. Jumlah anggota kelompok yang kecil
mendorong setiap anggota untuk terlibat secara aktif, sehingga siswa
yang jarang atau bahkan tidak pernah berbicara di depan kelas paling
tidak memberi ide atau jawaban kepada pasangannya.
Kelebihan metode pembelajaran TPS menurut Ibrahim, dkk. (2000:6):
1.
Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas. Penggunaan metode
pembelajaran TPS menuntut siswa menggunakan waktunya untuk mengerjakan
tugas-tugas atau permasalahan yang diberikan oleh guru di awal pertemuan
sehingga diharapkan siswa mampu memahami materi dengan baik sebelum
guru menyampaikannya pada pertemuan selanjutnya.
2. Memperbaiki
kehadiran. Tugas yang diberikan oleh guru pada setiap pertemuan selain
untuk melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran juga
dimaksudkan agar siswa dapat selalu berusaha hadir pada setiap
pertemuan. Sebab bagi siswa yang sekali tidak hadir maka siswa tersebut
tidak mengerjakan tugas dan hal ini akan
mempengaruhi hasil belajar mereka.
3.
Angka putus sekolah berkurang. Model pembelajaran TPS diharapkan dapat
memotivasi siswa dalam pembelajaran sehingga hasil belajar siswa dapat
lebih baik daripada pembelajaran dengan model konvensional.
4. Sikap
apatis berkurang. Sebelum pembelajaran dimulai, kencenderungan siswa
merasa malas karena proses belajar di kelas hanya mendengarkan apa yang
disampaikan guru dan menjawab semua yang ditanyakan oleh guru. Dengan
melibatkan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar, metode
pembelajaran TPS akan lebih menarik dan tidak monoton dibandingkan
metode konvensional.
5. Penerimaan terhadap individu lebih besar.
Dalam model pembelajaran konvensional, siswa yang aktif di dalam kelas
hanyalah siswa tertentu yang benar-benar rajin dan cepat dalam menerima
materi yang disampaikan oleh guru sedangkan siswa lain hanyalah
“pendengar” materi yang disampaikan oleh guru. Dengan pembelajaran TPS
hal ini
dapat diminimalisir sebab semua siswa akan terlibat dengan permasalahan yang diberikan oleh guru.
6.
Hasil belajar lebih mendalam. Parameter dalam PBM adalah hasil belajar
yang diraih oleh siswa. Dengan pembelajaran TPS perkembangan hasil
belajar siswa dapat diidentifikasi secara bertahap. Sehingga pada akhir
pembelajaran hasil yang diperoleh siswa dapat lebih optimal.
7.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi. Sistem kerjasama
yang diterapkan dalam model pembelajaran TPS menuntut siswa untuk dapat
bekerja sama dalam tim, sehingga siswa dituntut untuk dapat belajar
berempati, menerima pendapat orang lain atau mengakui secara sportif
jika pendapatnya tidak diterima.
Kelemahan metode TPS adalah
pembelajaran yang baru diketahui, kemungkinan yang dapat timbul adalah
sejumlah siswa bingung, sebagian kehilangan rasa percaya diri, saling
mengganggu antar siswa (Ibrahim,2000:18).